Rumah berdinding kayu dan rotan itu berdiri kokoh. Bercat putih dan biru, dan tampak paling terawat dibandingkan keadaan sekitarnya. Tapi letaknya yang berada di tengah-tengah keriuhan Pasar Banto, seakan menenggelamkan keagungan sejarah yang dikandungnya. Kalau tidak ada papan petunjuk di depan, niscaya yang bukan warga Bukittinggi akan tidak mengenalinya.
Di sinilah berdiri rumah kelahiran Bung Hatta, seorang tokoh proklamator, bapak koperasi, pahlawan besar yang dimiliki Indonesia. Letaknya di sisi kiri Jalan Soekarno Hatta, Bukittinggi. Untuk menuju ke sana kita harus sedikit bersusah payah melewati kemacetan di Pasar Banto. Sebenarnya bangunan rumah ini sudah tidak asli lagi. Bangunan asli dan lama sudah digusur karena proyek pelebaran jalan, tapi untungnya pemerintah masih memiliki naluri untuk menyelamatkan peninggalan sejarah bangunan ini. Rumah ini dibangun kembali dengan merekonstruksi berdasarkan dokumentasi yang ada, dengan bentuk, bahan pembangun, dan warna yang disesuaikan seperti aslinya. Dan untungnya sebagian besar perabotan di dalamnya masih asli peninggalan keluarga Bung Hatta dahulu.
Hm, tidak sia-sia kegigihan saya bersikeras untuk menyempatkan diri datang ke tempat ini. Rumah ini masih terawat dengan baik dan bisa memuaskan rasa kekaguman saya kepada Bung Hatta. Di sinilah beliau dilahirkan, dibesarkan, menuntut ilmu, dan dididik dengan ajaran agama yang kental oleh kedua orang tuanya. Sesuai adat Minang, Hatta remaja sudah harus tinggal mandiri di kamar yang terpisah dengan rumah induk dan menginap di surau atau langgar atau masjid kecil berjarak beberapa kilometer dari rumah ini untuk menuntut ilmu agama dan adat. Didikan ini membawa kesederhanan dan sikap jujur pada diri Bung Hatta. Saya jadi teringat dengan kisah Bung Hatta dan sepatu Bally-nya. Sepatu mahal Bally yang tidak mampu dibeli seorang wakil presiden karena menjaga teguh kejujurannya. Sehingga sampai beliau wafat sepatu itu tidak kunjung terbeli dan hanya meninggalkan potongan iklan di koran mengenai sepatu Bally ini.
Rumah kelahiran Bung Hatta berlantai dua dengan 2 kamar di lantai bawah dan 2 kamar di lantai atas. Ditambah kamar bujang di depan dan di belakang rumah. Di rumah ini dulunya selain Hatta kecil juga tinggal orang tua Hatta dan kedua pamannya. Sekarang rumah ini dijaga dengan telaten oleh seorang pegawai pemerintahan honorer, bernama Ibu Dessi.
Masuk ke dalam ruangan rumah terdapat seperangkat meja dan kursi tamu yang masih asli. Di sekeliling dinding penuh dengan foto-foto jadoel dan terpasang silsilah keluarga Bung Hatta dari pihak ayah dan pihak ibu. Dan di kiri dan kanan ruang tamu terdapat dua kamar yang di dalamnya juga terdapat ranjang dan lemari kaca. Masih asli juga. Tapi kasur di atas ranjang sudah diganti dengan yang baru.
Di teras depan dan di belakang rumah terdapat kamar. Kamar bujang namanya. Di sinilah Hatta remaja dulu tidur. Tapi saya kurang yakin apa perbedaan kamar yang depan dengan yang belakang. Yang jelas, di kamar belakang, di sini Hatta pernah tinggal. Masih terdapat ranjang, lemari, meja, serta sepeda onthel yang dulu digunakan Bung Hatta. Ah, kamar yang sama yang digunakan Hatta remaja. Kamar di mana Hatta pernah tidur, membaca lusinan buku, belajar, dan bermimpi mengenai bangsa besar bernama Indonesia…
Di bagian belakang rumah ini terdapat deretan dua lumbung padi, kamar mandi, dapur, dan garasi untuk bendi keluarga Hatta. Di seberangnya terdapat kandang kuda sebanyak 4 ruang. Ada yang unik di kamar mandi yang terdapat di rumah ini. Air di dalam bak mandi bersumber dari rangkaian talang air di atap rumah, sehingga air hujan dapat langsung mengalir ke dalam bak di dalam kamar mandi.
Di belakang rumah juga terdapat pintu masuk menuju area makan dan menuju lantai atas. Di lantai atas terdapat ruang besar semacam ruang keluarga. Saya berandai-andai kalau di jaman Hatta kecil sudah ada TV, pastinya di sini ada seperangkat alat hiburan termasuk TV sehingga menjadi tempat favorit keluarga untuk berkumpul. Jika berada di sini pandangan terasa lega, memandang ke arah depan akan bertemu area halaman depan dengan pepohonan di depan rumah. Sedangkan pandangan ke belakang akan bertemu halaman belakang rumah yang menyerupai innercourt di rumah jaman modern.
Menurut Ibu Dessi, di sini Hatta remaja sering melakukan pembicaraan serius dengan orangtuanya. Tidak boleh di ruangan lain, hanya di sini.
Di samping kiri dan kanan ruang ini terdapat dua kamar. Satu kamar di samping kiri inilah di mana Hatta dilahirkan. Saya bergidik ketika mencoba membayangkan bahwa 107 tahun yang lalu seorang anak dilahirkan di kamar ini, dan kemudian akan menjadi orang besar yang mengubah jalan sejarah bangsa ini…
***
Menelusuri setiap sudut rumah ini, perasaan syukur terucap dari dalam hati. Syukurlah walaupun rumah asli sempat tergusur, tapi dapat dibangun kembali sesuai aslinya. Dan syukurlah rumah ini masih terawat dengan baik. Nilai historis yang dikandungnya akan tetap abadi sepanjang perjalanan bangsa ini.
Dan untungnya perawatan rumah ini berada di tangan yang cukup tepat. Ibu Dessi, walaupun sempat mengeluh karena tidak kunjung diangkat sebagai PNS setelah pengabdiannya selama bertahun-tahun, tetap merasa rumah ini sebagai rumahnya, yang harus dirawat dengan sepenuh hati. Ia hanya berharap dapat segera diangkat menjadi PNS seperti rekan-rekannya yang lain di tahun 2008 lalu.
Ah, semoga saja keinginan sederhana itu dapat segera terwujud.
Sebelumnya : [Bukittinggi 1] Danau Maninjau dan kota Bukittinggi,
[Bukittinggi 2] Menjelajah Kota Bukittinggi
Selanjutnya : [Bukittinggi 4] Perjalanan menuju Padang
N5M diangkat dari kisah nyata sang penulis dari negerinya yang jauh di tepi Danau Maninjau hingga kemudian merantau ke Gontor.
Thanks info-nya. Saya juga penikmat novel N5M, termasuk filmnya. Sayang, film-nya tidak bertutur sebaik novelnya…